Project Novel

BAB

1

Di musim semi itu bunga Sakura berjatuhan dan terlihat seperti taburan gula-gula manis berwarna merah jambu, pemandangan yang sangat manis semanis kisah hidupku ini. Aku bernama Sayo Fukushi (9th) masih bersekolah tingkat 3, setiap musim semi tiba aku beserta Ayah bernama Seiko Fukushi (42th), Ibu bernama Kyoko Fukushi (36th), dan kakak perempuan bernama Sakura Fukushi (12th) kelas tingkat 6 yang selalu menghabiskan waktu di sore hari di taman. Kami adalah keluarga kecil yang bahagia, Ayahku adalah seorang pemilik perusahaan Textile terbesar di Jepang. Meskipun Ayah sangat sibuk sebagai Direktur Utama di perusahaanya tetapi tidak sedikit waktupun beliau lewatkan tanpa kebersamaan dan kehangatan keluarga. Bagi Ayah keluarga adalah yang paling utama.

Hari itu dimana di sekolahan sedang rame-ramenya membahas tentang acara rutin tahunan sekolah yang yaitu mempertujukan bakat yang dimiliki siswa kepada para guru dan para orang tua siswa. Setiap tahunnya hingga tahun ke-5 terakhir ini bagi Kak Sakura, selalu mendapatkan juara 1 dan predikat terbaik dengan bakat seni lukisnya. Sedangkan aku tidak pernah mengikuti acara itu setiap tahunnya, meskipun aku sangat suka bermain alat music biola karena aku bermain musik bukan untuk dipertontonkan oleh orang lain. Musik buatku sebagai sebuah bahasa dalam penyampaian pesan di hati aku kepada orang yang memang benar-benar mengerti.

Di dalam hidup aku hanya Kak Sakura dan nenek yang paham akan arti bahasa musik yang aku mainkan. Aku punya seorang nenek bernama Seki Michiro Fukushi (68th) yang dulunya adalah seorang pianis muda berbakat pada masanya jadi bakat musikku ini berasal dari nenek. Nenek memiliki sifat yang keras dan otoriter, meskipun kesannya mengerikan tetapi nenek sangat sayang kepada cucu-cucunya yaitu kami berdua. Kami bertiga sangat akrab selayaknya teman. Aku, Kak Sakura dan nenek selalu bersama-sama dan tak terpisahkan.

Sifat kita berbeda, Kak Sakura lebih ramah dan lembut sedangkan aku penyendiri dan tak suka banyak bicara. Dengan nenek dan kakak-lah aku terbuka dan suka bercerita semua yang aku alami, karena mereka lebih mengerti diriku daripada Ayah dan Ibu.

Kak Sakura sangat hobi melukis dan dia suka melukis pohon Sakura, makanya setiap musim semi selalu pergi ke taman untuk menemani Kak Sakura melukis. Lukisannya benar-benar cantik secantik nama dan rupanya. Sedangakan aku lebih senang bermain dengan biola kesayanganku, karena aku suka menyendiri di kamar ataupun tempat yang jauh akan keramaian. Dengan alunan nada-nada yang keluar dari biola yang aku mainkan adalah gambaran perasaan aku yang sulit aku ungkapkan dengan kata-kata. Hanya Kak Sakura yang bisa mengerti arti dari nada-nada itu, dikala aku sedang sedih, marah ataupun bahagia.

Setiap waktu aku hampir bersama Kak Sakura karena aku benar-benar tidak memiliki seorang teman pun kecuali kakakku yang juga menjadi temanku dalam melalui hidup ini. Aku tidak pandai bergaul, berbeda sekali dengan Kak Sakura yang disekolah maupun di lingkungan rumah memiliki banyak teman karena sifatnya yang ramah sehingga tidak pernah membedakan status sosial dalam berteman. Kak Sakura memang seorang yang aku idolakan, tanpanya aku tidak tahu harus menjalani hidup ini seperti apa? Bersamanya aku selalu merasakan keceriaan dan kebahagiaan. Itulah sebagian gambaran tentang aku dan keluarga aku yang bahagia.

BAB

2

Sepulang dari sekolah dan sopir telah menjemput kami berdua. Setibanya di depan rumah dan mobil pun berhenti, kami langsung berlari dengan semangat berlomba siapa yang akan sampai dulu ke rumah dan mencium pipi Ibu dan nenek. Siapa yang kalah harus selalu memberi permen lollipop, kami berdua sangat suka memakan permen lollipop.

Saat berlari tiba-tiba kaki aku tersandung dan terjatuh, lutut aku berdarah dengan cepat Kak Sakura mengambil kotak obat untuk mengobati luka aku. Dengan menahan kesakitan tanpa sedikit pun menagis, Kak Sakura membersihkan luka dan memberi obat merah pada lutut aku. Ibu melihat kejadian itu langsung kaget dan marah kepada Kak Sakura dan Ibu menyalahkan Kak Sakura karena tidak menjaga aku dengan baik. “Ibu ini bukan salah kakak, tetapi aku yang kurang hati-hati dan tidak melihat kalau ada batu disitu” jawab aku. “sudah..sudah tidak perlu berdebat” kata nenek.

Akhirnya nenek menyuruh kami berdua masuk kamar untuk mengganti pakaian dan segera makan siang. “Kak, maafkan Sayo” kata aku, “gara-gara kecerobohan Sayo kakak jadi dimarahi Ibu”. “Sayo sayang, ini bukan salah kamu dan mungkin benar kata Ibu kalau kakak kurang baik menjaga kamu” jawab Kak Sakura. “Tapi…ini bukan salah Kak Sakura!” kata aku, “sudahlah adikku tidak perlu dibahas lagi” jawab Kak Sakura.

Percakapan kami tiba-tiba terhenti karena mendengar suara ketukan pintu dari luar dan ternyata adalah Ibu. Ibu pun masuk ke kamar kami berdua dan berkata “Putri-putriku tercinta maafkan atas sikap Ibu tadi dan terutama untuk Sakura, Ibu minta maaf kalau Ibu tadi terlalu keras berbicara padamu..??!! Ibu lakukan ini semua karena sangat sayang pada kalian dan juga tidak ingin terjadi hal buruk pada kalian”. “Iya Ibu, Sakura mengerti dan Ibu tidak perlu minta maaf. Sakura janji lain kali Sakura akan selalu menjaga adik dengan baik” jawab Kak Sakura, aku pun juga ikut berkata “Sayo juga berjanji pada Ibu dan Kak Sakura kalau Sayo akan lebih berhati-hati. Dan ini sepenuhnya bukan kesalahan kakak”.

Dengan senyum di wajah Ibu dan kami berdua memeluk Ibu. Kejadian itu membuat aku berpikir betapa Kak Sakura sangat melindungi aku dengan rela dimarahin Ibu atas kecerobohanku sendiri dan Kak Sakura benar-benar tidak dendam pada diriku malahan dia berjanji akan lebih menjaga aku dengan baik.

BAB

3

Hari minggu itu di rumah akan ada pertemuan penting yaitu salah satu sahabat karib lama Ayah yang datang dari Amerika dan keluarganya akan ke rumah untuk undangan makan malam. Ibu menyuruh kami untuk berdandan dalam menyambut teman Ayah, saat itu aku merasa kurang suka untuk bertemu dengan orang asing dalam hidupku dan hanya malas-malasan di tempat tidur. Tiba-tiba Kak Sakura berkata “Sayo, ayo bergegas kenapa belum berdandan sama sekali? Ayo kakak bantu berdandan”. “Memang mereka itu siapa sech, Kak? Kenapa juga kita harus repot-repot menyambut mereka!” kata aku. Kak Sakura hanya menggeleng-gelengkan kepala sembari mulai mengambil pakaian di dalam lemariku. Memang kakak aku yang satu ini sangat pandai memadu padankan busana selain kepandaiannya dalam melukis. “Kakak akan mendandani kamu dan pakai baju ini! OK” kata Kak Sakura. Aku hanya pasrah dengan apa yang kakak suruh karena aku tidak bisa menolak apapun kemauan kakak, aku lebih nurut dengan kakak dibanding dengan Ibu.

Setelah berjam-jam akhirnya kami pun selesai berdandan, disitu aku melihat bayangan wajahku di cermin sembari berkata dalam hati “Benarkah ini diriku? Ternyata aku bisa secantik ini”. “Kakak nggak nyangka, kalau Sayo bisa terlihat cantik bagai bidadari kecil” suara Kak Sakura tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Hanya bisa tersenyum malu mendengar pujian dari Kak Sakura. “Sakura..Sayo apakah kalian sudah siap? Sudah ditunggu dibawah” teriak Ibu, “iya…kami akan segera turun” balas kami.

Mulai menuruni tangga dengan berjalan secara hati-hati, karena baru pertama kalinya aku memakai gaun seumur hidupku dengan Kak Sakura berjalan disampingku menggandeng tanganku. Semua mata memandangi kami dari bawah “wah putri-putri Ayah benar-benar cantik bagai bidadari yang sedang turun dari langit” kata Ayah. Akhirnya kami sampai juga menuruni tangga dan mulai bergabung dengan keluarga di ruang keluarga. “Sayo…, Ayah benar-benar hampir tidak mengenalin kamu. Apalagi baru pertama kali ini melihat Sayo memakai gaun secantik ini” kata Ayah. Karena dalam benak Ayah selama ini Aku itu anak yang tomboy dan senang memakai pakaian kodok dan kaos dengan rambut panjang sebahu yang selalu dikucir ekor kuda. “Terima kasih Ayah, ini semua berkat Kak Sakura yang sudah mau mendandani Sayo” jawab aku. Ibu dan nenek pun ikut terkagum-kagum dengan perubahan yang aku alami dan berkata “Sakura memang pandai dalam segala bidang”. “Ah..tidak juga. Lagian adik memang sudah cantik jadi tidak sulit untuk membuatnya lebih cantik lagi” jawab Kak Sakura. Kami saling mengobrol sembari menunggu kedatangan tamu istemewa bagi Ayah dan Ibu.

Tidak lama selang beberapa waktu terdengar suara bel pintu rumah, ternyata akhirnya mereka datang juga. Ayah segera menghampiri pintu dan membukanya, setelah bertatap muka mereka saling berpelukkan dan menanyakan kabar. Ekspresi wajah Ayah dan sahabat Ayah itu yang bernama Matsuyuki Okada (48th) memang menggambarkan rasa kangen yang benar-benar tidak bisa terbendungkan. Karena mereka hampir tidak bertemu semenjak lulus kuliah, yang saat itu teman Ayah langsung pindah ke Amerika beserta keluarganya untuk meneruskan bisnis disana. Jadi tidak heran kalau mereka melepaskan kerinduan sebagai seorang sahabat terlihat secara berlebihan.

Kaluarga Okada mulai saling memperkenalkan diri mereka kepada keluarga kami yang terdiri dari Bibi Megumi Okada (45th) dan kedua anak laki-lakinya yaitu anak pertama bernama Shinji Okada (13thn) dan anak kedua bernama Akira Okada (10th). Dilihat dari penampilan dan cara mereka memperkenalkan diri sangat elegan tetapi ramah. Tapi ada satu anggota keluarga yang sifatnya bukan seperti keluarga terdidik, dia adalah Akira yang bersikap sembrono dan pertama kalinya kurang ajar padaku. Dengan tiba-tiba dia memencet hidung Aku dan berkata kalau aku terlihat seperti badut berhidung stoberi dengan dandanan seperti itu. “Ouw…sakit!!”, Teriak Aku. Dia pun tertawa terbahak-bahak melihat diriku dengan hidung Aku yang masih merah akibat sikap kurang ajarnya. Bibi Megumi pun langsung menarik telinga Akira, dan dia pun merasa kesakitan. Aku puas melihat itu semua tetapi aku jadi merasa marah dengan segala ucapan penghinaan Akira padaku. Dan gara-gara itu hubunganku dengan Akira menjadi kurang baik. Jika kita bertemu saling bertengkar dan tidak pernah akur. Kita sangat senang sekali mengejek, Akira memanggil Aku dengan sebutan Hidung Stroberi dan Aku memanggil Akira dengan sebutan Devil Boy (panggilan itu memang sesuai dengan sikap dan sifat dia).

BAB

4

Sejak pertemuan kita pertama kali itu, Aku langsung mendeklarasikan bahwa selamanya Akira adalah musuh yang harus benar-benar dilenyapkan dari kehidupanku ini. “Tuhan…kenapa kau kirim iblis di kehidupan Aku ini! Fuih…mimpi apa Aku semalam bisa bertemu dengan iblis yang benar-benar menyebalkan… T-T”, kata Aku. Padahal Aku berharap bertemu dengan seorang pangeran yang baik hati, kan Aku sudah berpenampilan secantik bidadari tetapi malah bertemu dengan iblis yang sudah mengatai Aku seperti badut!