Kecelakaan Motor

10 Maret 2004

Rutinitas Aku kembali seperti sedia kala, setelah kejadian di bulan februari lalu. Siang itu sepulang sekolah, hari rabu terdengar suara bel sekolah! Itu pertanda sekolah telah usai, Aku senang se-X akhirnya pelajaran ekonomi yang membosankan selesai. Aku bergegas membereskan semua peralatan dan buku masuk ke dalam tas, setelah di tutup oleh doa pulang, semua anak-anak dari kelas 1 hingga kelas 3, dari kelas A sampai kelas H berhamburan keluar layaknya ada bencana alam. Aku berjalan beriringan dengan teman-teman, sembari menuju ke tempat parkiran sekolah. Sudah sebulan Aku diijinkan untuk berangkat dan pulang sekolah bareng sama teman atau naik angkutan umum, karena sejak kejadian sebelumnya Ayah memberi kebebasan bersyarat pada Aku. Hari ini Aku pulang bersama teman sebangku yang akrab seX bernama Ollin.

Awalnya sech dalam perjalanan seperti biasanya, Tapi saat itu Aku duduk di boncengan dengan diam tanpa ngobrol sepatah kata-pun hanya pandangan mata yang sibuk melihat-lihat area sekitar tapi pikiran-ku saat itu kosong (entah apa yang sedang ku-pikirkan?!). Di dalam perjalanan, Ollin mengendarai motor-nya 80 km/jam, itu sech memang standard wajar untuk Ollin dan Aku-pun sudah terbiasa. Tiba-tiba pandangan mata ini berubah menjadi gelap hanya sinar putih yang menyilaukan mata ini (se-ingat aku…), apa yang telah terjadi? Aku sendiri-pun tidak tahu!

Berjalan melewati rel kereta api, di situlah awal mula musibah itu terjadi. Sesuai dengan uraian saksi mata, mereka menuturkan kejadian secara rinci karena terlihat dengan jelas se-X bagaimana sebuah truk gandeng melintas dengan kecepatan tinggi saat kita berdua sedang berhenti untuk menyeberang, truk itu menyenggol bagian depan motor. Aku terjatuh dari boncengan motor yang dikendarai oleh Ollin. Kejadian sangat cepat mereka yang ada disekitar lokasi sudah melihat Ollin terjantuh dengan kaki kanan tertimpa motor dan Aku tergeletak jauh dari motor dengan kondisi telapak tangan dan lutut kaki berdarah (wajar-lah, khan masih pakai rok pendek seragam sekolah) yang parah sampai helm warna ungu (half face) terbelah dua, belakang kepala dan dekat alis mata mengalami pendarahan. Ollin masih dalam keadaan sadar dan untung orang-orang itu baik dan akhirnya membawa Ollin dan Aku ke Rumah Sakit. Dan segeralah mereka menghubungi keluarga kami berdua.

Berbagai penanganan UGD sudah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit, tapi Aku tidak begitu tahu rincinya. Sudah 8 hari berlalu dari peristiwa itu, Aku-pun masih tidak bisa merasakan apa-apa, Aku tidak bisa merasakan sakitnya luka di tangan, di lutut kaki maupun di kepala Aku. Karena ternyata Aku dalam kondisi tidak sadarkan diri alias “KOMA” selama ± 177 jam atau kurang lebih 8 hari, Aku bagaikan orang mati yang tidak merasa sakit, lapar ataupun haus. Setelah terbangun dari tidur yang panjang, pertama kali yang ku-lihat adalah Ibu yang selalu setia menunggu dan Ayah pada saat itu masih kerja. Aku kaget pada kondisi diri-ku yang terbaring di atas ranjang bersprei putih, di kedua tangan-ku ada 2 selang yang berisi cairan berwarna bening di tangan kanan yaitu infuse dan di tangan kiri berisi cairan berwarna merah bertuliskan “PMI Blood (A-)”, ada juga selang oksigen yang ada di hidung-ku dan perban luka di kepala dan tetesan obat merah di luka telapak tangan. Kata yang terucap pertama X oleh Aku dengan terbata-bata adalah “A-ku…ha-usss…”, Ibu-pun memberikan segelas air putih dengan sedotan putih, saat minum Aku merasakan kesegaran yang luar biasa, bagaikan melakukan perjalanan panjang di padang pasir yang panas tanpa setetes air yang bisa ku-minum. Sejak saat itu, harapan Aku ingin tetap bersama keluarga dan bersama orang-orang yang Aku sayangi, Aku takut sendiri di ruang yang gelap tanpa ada seorang-pun yang Aku kenal hanya bisa mendengarkan suara-suara yang tak pernah ku-dengar sebelumnya, itu mengerikan!!! Aku sendiri juga tidak tahu apa yang sudah ku-alami saat itu, Aku-pun nggak bisa mengatakan pada orang, hanya bisa ku-ingat di dalam hati dan otak ini tentang apa yang sudah ku-lihat. Dan biarlah ini semua menjadi rahasia Aku dan hadiah dari Tuhan karena sudah memberi arti tentang makna hidup di bumi ini dan dunia entah berantah kelak.

Aku masih tetap menjalani perawatan secara intensif untuk melakukan scanning thorax (kepala) karena di dalam kepala masih terjadi pembekuan darah, jadi dokter secara rutin memberikan obat melalui jalur pengobatan seperti infuse yang fungsinya untuk mencairkan gumpalan darah di kepala. Memang kalau kambuh, sakit minta ampun serasa mau pecah. Beberapa minggu terbaring di Rumah Sakit, (Aku lupa harinya) teman-teman SMA datang menjenguk Aku saat jam kunjung sore di buka. Aku senang se-X, ternyata Aku nggak merasa sendiri-an dan kesepian, memiliki banyak teman yang sayang Aku selain keluarga. Mata ini kaget, tiba-tiba ku-lihat cowok itu (kakak kelas bernama “Yudith” yang suka sama Aku, masih ingat khan?!) berdiri diantara teman-teman Aku.

Ngapain Dia ada di sini…??” (dalam hati-ku berkata)

Ooo…menurut penjelasan “Mega” (salah satu temen cewek Aku) “karena ”Yudith” ingin ikut dan melihat keadaan Aku

Mega : “Nggak apa khan, kalau kita ngajakin “Yudith”??

Aku hanya mengangguk saja, nggak mungkin khan harus bilang terus terang kalau Aku nggak suka “Yudith” ada di sini (Rumah Sakit) waktu itu. Bukanya apa-apa sech, hanya saja gara-gara Dia waktu itu yang ngajakin pergi ke Jogja yang menyebabakan kebohongan Anak pada Ayah terjadi (jadi ingat peristiwa februari lalu dech…!!!). Pokoknya harus dilupakan dan di kubur!!!

Tapi meskipun begitu, Aku tidak benci pada-nya karena itu juga bukan 100% kesalahan Dia dan yang Aku inginkan hanya menjalin pertemanan bukan mencari musuh. Aku tahu rasa suka terhadap seseorang adalah hak mereka, Aku mengucapkan terima kasih atas perasaan Dia yang selama ini suka pada-ku tapi hanya hubungan pertemanan yang bisa kuberikan pada-nya. Dan akhirnya Dia-pun menerima keputusan-ku itu, pertemanan-pun terjalin diantara kita.

Hampir se-bulan Aku nginap di Rumah Sakit dan nggak masuk sekolah, setiba di rumah perasaan kangen muncul, langsung ku-peluk ULI (kucing kesayangan-ku) tidur bareng di atas kasur yang sudah lama tak ku-tiduri (kangen sama kamar-ku). Ternyata 5 hari Aku masih harus tinggal di rumah (bosen….tidur-makan-minum obat-mandi-tidur lagi) belum bisa langsung masuk sekolah. Hari pertama masuk sekolah Aku merasa senang, meskipun kepala masih diperban, jalan-nya belum tegak dan telapak tangan kanan yang masih sakit untuk menulis (akhirnya nulis pakai tangan kiri dech….!!), oya tapi ada yang buat Aku senang se-X yaitu Aku nggak perlu ikut pelajaran olah raga (senang-nya!!!) karena Aku memang nggak suka olah raga…he…he…he…^U^ . Sudah berbulan-bulan berlalu dari peristiwa itu, dan luka yang ada di tubuh dan kepala berangsur-angsur sembuh dan tak mengalami bekas luka hanya sedikit trauma.

Ujian kenaikan kelas 2 segera dimulai, Aku berusaha keras mengejar pelajaran yang ketinggalan selama ini, untung Aku punya teman-teman yang baik dan mau membantu untuk menjelaskan setiap materi pelajaran yang tak Aku mengerti. Suasana di sekolah itu sepi se-X, karena anak-anak kelas 3 sudah lulus, tapi Aku belum sempat mengucapkan “SELAMAT” pada “Yudith” atas kelulusannya dan kita tidak bertemu lagi sejak pertemuan di Rumah Sakit itu (aneh yua…meskipun kita satu sekolahan). Tapi Aku nggak menyesal karena sudah mengenalnya, mungkin kelak Aku akan melihat-nya lagi, suatu hari pasti bertemu lagi (sebenarnya nggak begitu berharap sech…!!!). Waktunya sudah tiba, hari pembagian raport kenaikan kelas dan tak disangka Aku menjadi Juara 1 Umum se-kelas satu selain juara 1 di kelas (bagiku ini merupakan hadiah dari Tuhan, I LOVE GOD), Aku dan Ayah tidak bisa datang karena ada suatu hal yang lebih penting dari itu semua. Hanya diwakilkan oleh kakak sepupu Aku yaitu “Mas edi”, dengan pemberian raport itu, di hari itu pula Aku resmi pindah sekolah ke kota Semarang. Yang sampai saat ini ku-sesalkan karena Aku belum mengucapkan terima kasih dan berpamitan dengan semua guru-ku (yang sudah banyak membantu dan minta maaf kalau merepotkan), ibu Ani (ibu kost tempat “Desi” yang selama ini sudah menganggap Aku sebagai anak sendiri) dan teman-teman yang selama ini ada buat Aku, Aku berterima kasih karena sudah memberi warna dalam perjalanan hidup-ku ini (tangis, tawa, marah dan kecewa sudah pernah ku-rasakan bersama kalian semua, SAHABAT-ku).

Terima Kasih SAHABAT dan Orang-Orang yang sudah mendukung Aku”